Pilkada adalah momentum 5 tahunan dalam
perwujudan demokrasi yang serentak dilaksanakan di berbagai daerah, tidak
terkecuali di kota anging mammiri (Makassar) yang juga bersamaan dengan
beberapa daerah di sulawesi selatan diantaranya : bantaeng, jeneponto, sinjai,
bone, wajo, sidrap, pinrang, enrekang, luwu serta kota parepare.
namun yang menjadi pembahasan utaman kita kali ini adalah kotam Makassar. sebagai parameter pelaksanaan pilkada di provinsi yang terletak dikaki pulau sulawesi, makassar sudah ramai oleh hiruk pikuk kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan oleh beberapa sosok yang berencana bertarung pada momentum demokrasi tersebut, padahal masih setahun lagi pilkada dilaksanakan.
masyarakat menjadi objek utama dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh beberapa figur yang gencar menyuarakan kemajuan untuk kota makassar jika nantinya dipimpin olehnya, keterlibatan masyarakat menjadi tujuan utama kegiatan tersebut tidak terkecuali mahasiswa yang selama ini selalu dipandang sebelah mata sebab mayoritas mereka yang terlibat tidak berstatus sebagai warga kota makassar itu artinya mereka tidak memiliki hak pilih pada perhelatan pilkada nantinya.
hal itu menimbulkan pertanyaan besar dikalangan pemuda dan mahasiswa, untuk apa kita terlibat? sementara kita bukan warga kota makassar. mendengar pertanyaan itu dari seorang teman, saya mencoba membuka lebar wawasan saya tentang peran sosial seorang pemuda dan mahasiswa yang selalu menjadi materi penting dalam setiap pelatihan dasar yang dilaksanakan dikampus-kampus.
melalui tulisan ini mari sama-sama kita cermati dan memahami sejauh mana ruang gerak kita sebagai mahasiswa dalam melibatkan diri pada perhelatan pilkada kota Makassar nantinya, yang notabene sebagai mahasiswa dari daerah bukan asli makassar atau dalam hal ini tidak memiliki hak suara pada pilkada nantinya.
Setiap lembar kertas suara dalam pilkada sudah menjadi sebuah kepastian sebagai penentu masa depan setiap daerah. tapi untuk memastikan siapa yang akan dipilih dalam kertas tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan butuh proses yang cukup panjang untuk membuktikan bahwa dialah yang pantas untuk dipilih dalam kertas suara tersebut, tidak tanggung-tanggung para calon bahkan jauh-jauh hari sudah melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk meyakinakan bahwa dialah yang paling layak dari yang lainnya, dialah yang paling mampu mengemban amanah 5 tahunan tersebut.
jutaan bahkan sampai milyaran rupiah jumlah uang yang digelontorkan oleh para bakal calon untuk melakukan sosialisasi guna menarik simpati masyarakat, mulai dari biaya transportasi team sukses, konsumsi sampai biaya-biaya lain yang dianggap perlu untuk memastikan suaranya tidak akan diberikan ke calon yang lain. namun hal itu bukanlah penentu atau tolak ukur untuk menentukan layak tidaknya dia menjadi pelanjut kepemimpinan dikota dunia ini.
masyarakat sudah mulai geli dengan politik uang (money politic), hal ini pun disadara oleh para bakal calon yang memaksa mereka harus bekerja keras turun kemasyarakat sampai melakukan rekayasa nedia untuk membuatnya lebih tenar dimata masyarakat sampai-sampai ada yang mengalahkan eksistensi selebritis di media sosial, berharap dapat mengelabuai fikiran masyarakat dengan postingan yang isinya semua sisi positif figur tersebut.
kembali ke peranan sosial mahasiswa, hal ini menjadikan mahasiswa harus melibatkan diri jauh ke sendi-sendi kehidupan masyarakat, tidak hanya menumpang tinggal dan menjadi salahsatu pemasok sampah terbesar di kota makassar atau menjadi penyebab utama kemacetan yang hampir setiap hari kita nikmati.
mahasiswa harus memperhatikan segala aspek dari segala bentuk tindakan yang dapat mengecoh masyarakat untuk memilih figur tertentu, mahasiswa harus melahirkan opsi bagi masyarakat, melakukan penilaian bagi para calon pemimpin kota makassar dengan objektif, bukan dengan melihat jumlah uang yang digelontorkan oleh para calon atau sesering apa mereka turun ke masyarakat, lebih-lebih dengan seberapa sering mereka muncul dimedia dengan polesan positifnya.
mahasiswa harus memahami kondisi serta kebutuhan masyarakat, melakukan penelitian terhadap kemampuan dan track record para bakal calon dan membandingkannya dengan calon lain. untuk membongkar paradigma masyarakat menuangkan nya dalam berbagai tulisan ataupun diskusi di masyarakat, melakukan bedah visi misi bakal calon serta menghadirkan solusi kongkrit ditengah -tengah masyarakat tanpa harus melakukan pemaksaan kehendak.
namun yang menjadi pembahasan utaman kita kali ini adalah kotam Makassar. sebagai parameter pelaksanaan pilkada di provinsi yang terletak dikaki pulau sulawesi, makassar sudah ramai oleh hiruk pikuk kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan oleh beberapa sosok yang berencana bertarung pada momentum demokrasi tersebut, padahal masih setahun lagi pilkada dilaksanakan.
masyarakat menjadi objek utama dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh beberapa figur yang gencar menyuarakan kemajuan untuk kota makassar jika nantinya dipimpin olehnya, keterlibatan masyarakat menjadi tujuan utama kegiatan tersebut tidak terkecuali mahasiswa yang selama ini selalu dipandang sebelah mata sebab mayoritas mereka yang terlibat tidak berstatus sebagai warga kota makassar itu artinya mereka tidak memiliki hak pilih pada perhelatan pilkada nantinya.
hal itu menimbulkan pertanyaan besar dikalangan pemuda dan mahasiswa, untuk apa kita terlibat? sementara kita bukan warga kota makassar. mendengar pertanyaan itu dari seorang teman, saya mencoba membuka lebar wawasan saya tentang peran sosial seorang pemuda dan mahasiswa yang selalu menjadi materi penting dalam setiap pelatihan dasar yang dilaksanakan dikampus-kampus.
melalui tulisan ini mari sama-sama kita cermati dan memahami sejauh mana ruang gerak kita sebagai mahasiswa dalam melibatkan diri pada perhelatan pilkada kota Makassar nantinya, yang notabene sebagai mahasiswa dari daerah bukan asli makassar atau dalam hal ini tidak memiliki hak suara pada pilkada nantinya.
Setiap lembar kertas suara dalam pilkada sudah menjadi sebuah kepastian sebagai penentu masa depan setiap daerah. tapi untuk memastikan siapa yang akan dipilih dalam kertas tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan butuh proses yang cukup panjang untuk membuktikan bahwa dialah yang pantas untuk dipilih dalam kertas suara tersebut, tidak tanggung-tanggung para calon bahkan jauh-jauh hari sudah melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk meyakinakan bahwa dialah yang paling layak dari yang lainnya, dialah yang paling mampu mengemban amanah 5 tahunan tersebut.
jutaan bahkan sampai milyaran rupiah jumlah uang yang digelontorkan oleh para bakal calon untuk melakukan sosialisasi guna menarik simpati masyarakat, mulai dari biaya transportasi team sukses, konsumsi sampai biaya-biaya lain yang dianggap perlu untuk memastikan suaranya tidak akan diberikan ke calon yang lain. namun hal itu bukanlah penentu atau tolak ukur untuk menentukan layak tidaknya dia menjadi pelanjut kepemimpinan dikota dunia ini.
masyarakat sudah mulai geli dengan politik uang (money politic), hal ini pun disadara oleh para bakal calon yang memaksa mereka harus bekerja keras turun kemasyarakat sampai melakukan rekayasa nedia untuk membuatnya lebih tenar dimata masyarakat sampai-sampai ada yang mengalahkan eksistensi selebritis di media sosial, berharap dapat mengelabuai fikiran masyarakat dengan postingan yang isinya semua sisi positif figur tersebut.
kembali ke peranan sosial mahasiswa, hal ini menjadikan mahasiswa harus melibatkan diri jauh ke sendi-sendi kehidupan masyarakat, tidak hanya menumpang tinggal dan menjadi salahsatu pemasok sampah terbesar di kota makassar atau menjadi penyebab utama kemacetan yang hampir setiap hari kita nikmati.
mahasiswa harus memperhatikan segala aspek dari segala bentuk tindakan yang dapat mengecoh masyarakat untuk memilih figur tertentu, mahasiswa harus melahirkan opsi bagi masyarakat, melakukan penilaian bagi para calon pemimpin kota makassar dengan objektif, bukan dengan melihat jumlah uang yang digelontorkan oleh para calon atau sesering apa mereka turun ke masyarakat, lebih-lebih dengan seberapa sering mereka muncul dimedia dengan polesan positifnya.
mahasiswa harus memahami kondisi serta kebutuhan masyarakat, melakukan penelitian terhadap kemampuan dan track record para bakal calon dan membandingkannya dengan calon lain. untuk membongkar paradigma masyarakat menuangkan nya dalam berbagai tulisan ataupun diskusi di masyarakat, melakukan bedah visi misi bakal calon serta menghadirkan solusi kongkrit ditengah -tengah masyarakat tanpa harus melakukan pemaksaan kehendak.

Komentar
Posting Komentar