Dan
apabila mereka mendengarkan apa yang dituturkan kepada rasul, kaulihat air mata
mereka disebabkan kebenaran alquran yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab
mereka sendiri)….(QS Al.ma’idah, 38)
Sebagai pendahuluan, saya ingin memberikan catatan pinggir. Yaitu, mungkin saja sejumlah orang berkata bahwa mengetahui asal kategori ahlak tidak ada gunanya. Paling penting bagi masyarakat adalah mengamalkan akhlak yang luhur. Bagi mereka, mengetahui kategori-kategoriitu atau tidak, sama saja. Semuanya tidak lebih dari cuap-cuap intelektual yang tidak membuahkan hasil praktis, persis seperti orang yang bertanya: “kurma itu berinisial huruf Q atau K?” kurma bukan dengan Q dan juga bukan dengan K, tetapi ia adalah nama buah-buahan arab.
Tidak benar bila ada orang mengira bahwa pembahasan ini hanyalah bercorak teoretis; non praktis. Pengetahuan tentang asal muasal kategori etika, dan apakah dari satu kategori atau lebih, sangat berpengaruh dalam menentukan sikap kita untuk memulai penyempurnaan ahlak masyarakat. Dengan mengetahuinya, kita dapat mengerti dari manakah kita harus berangkat.
Kebetulan, banyak orang bingung dari manakah mereka harus memulainya. Orang-orang yang terpengaruh pola-berpikir ala hindu dan Kristen yang berkeyakinan bahwa ahlak itu adalah bagian dari kategori CINTA, bahkan menghidupkan sistem ahlak dalam masyarakatnya dengan memperkuat emosi cinta mereka. Sistem akhlak atau filsafat etika mereka berorientasi menghapus rasa saling benci, dengki dan lain sebagainya secara kolektif.
Apakah keindahan itu dapat di defenisikan ?
Apakah keindahan itu? Memakai redaksi logikawan, apakah genus dan diferensianya? Termasuk kategori yang mana keindahan itu? Apakah keindahan itu dibawah kategori kuantitas, relasi (idhafah), ataukah ia pasif atau afeksi (infi’al), subtansi(jauhar) dan lain sebagainya.
Dengan menutup mata dari analisis tentang bagian-bagian partikularnya, baik bagian-bagian elementer maupun faktualnya, terbuat dari apakah keindahan itu? Apakah mungkin kita memperoleh formula atau rumusan keindahan? Apakah kita dapat menentukan formula bagi keindahan sebagaimana kita dapat menentukan rumusan dari setiap benda materiel dalam kimia?Hingga saat ini, tak seorang pun dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. Bahkan menurut sebagian orang, pertanyaan-pertanyaan ini tidak memiliki jawaban. Mereka beralasan bahwa hakikat tertinggi alam semesta itu tidak dapat dipertanyakan dengan kata tanya “apa”.
Singkat kata dapatkah keindahan didefenisikan? Jawabannya, tidak! Ulama berpendapat bahwa kefasihan – yang tergolong dalam kategori keindahan – pada hakikatnya, tidak dapat didefenisikan dengan defenisi yang falid dan logis. Kefasihan, adalah suatu cita dan kualitas yang dapat dimengerti, namun tidak dapat digambarkan. Di dunia ini, terdapat banyak sekali objek yang keberadaannya dapat dirasakan oleh manusia, namun tidak memiliki defenisi.
Plato mencoba mendefenisikan keindahan. Begitupun juga, ada dua kerancuan yang terjadi: pertama, terma dalam defenisi plato tidaklah sahih dan, kedua, defenisinya tidak sempurna. Keindahan menurut defenisi plato adalah simetri atau harmoni atau proposisi antara forma atau benda partikular dengan yang universal. Seperti sebuah bangunan, jika semua anggota partikularnya, seperti dinding, pintu, lantai dan atapnya dibangun secara harmonis dan proporsional, maka gedung tersebut akan terlihat indah. Keindahan suatu bangunan disebabkan adanya simetri dan harmoni internal segenap anggota partikularnya.
Anggaplah pendapat itu benar. Tetapi, apakah relativitas keindahan dapat diterangkan? Apakah dapat kita katakana sebagaimana kita katakan dalam kimia bahwa H-nya sekian dan O-nya sekian? Apakah perlu kita tentukan atau tidak? Sekiranya kita mampu, maka kita telah dapat sedikit menguak defenisi keindahan itu. Dan jika tidak, maka esensi dan substansinya masih tetap tidak kita ketahui. Keindahan itu tetap ada, meskipun manusia tidak dapat mendefenisikannya. Jangankan keindahan, hingga dewasa ini, tak seorang pun mampu mendefenisikan arus listrik. Namun demikian, tak seorang pun meragukan keberadaannya.
Keindahan itu mutlak atau ralatif?
Kedua, apakah keindahan itu indah secara an sich atau tanpa memperhatikan adanya orang yang merasakan keindahannya atau tidak? Seperti puncak gunung damavan _ puncak gunung tertinggi di iran – yang tetap ada, sekalipun tak ada seorang jelita, ternyata dalam pandangan orang lain tidak begitu cantik.
Ada sebuah kontroversi yang muncul dikalangan para pemikir sejak dulu. Pada umumnya, orang beranggapan bahwa keindahan eksternal-lah yang menciptakan ‘isyq. Kemudian, mazhab lain menyatakan sebaliknya. Para penganut mazhab ini mengatakan bahwa cintalah yang menciptakan keindahan. Keindahan adalah mahluk cinta pendapat ini ekstrem dan berlebihan. Karena, tak seorang pun dari kita menafikkan aktualitas keindahan eksternal secara keseluruhan.
Jadi, sesungguhnya keindahan yang tampak dari luar itu actual dan factual. Tidak semua keindahan terwujud berkat cinta. Seandainya pun realitas keindahan itu relatif, maka ia masih tetap riel.
Hubungan Keindahan dengan Cinta dan Gerak
Keindahan, daya tarik, cinta, hasrat, gerak dan kekaguman adalah fenomena-fenomena yang selalu bersamaan. Dengan pengertian lain, dimana ada keindahan, disana juga ada daya tarik atau atraktivitas. Sesuatu yang indah pasti punya daya tarik. Ketika ada keindahan pada suatu maujud, maka terciptalah cinta, hasrat serta gerak kearahnya. Keindahan itu adalah sebab bagi suatu gerakan dan semburan. Lebih jauh, filsafat teisme (ilahiyyah), meyakini bahwa semua gerakan yang ada di alam semesta, termasuk gerakan substansial (jawhariyyah), yang membentuk khafilah alam fisik seperti “satuan yang bergerak” adalah cinta.
Keindahan tidak hanya terbatas pada libido
Apakah keindahan itu terbatas pada skala kemanusiaan? Keindahan tubuh pria di hadapan lawan jenisnya, dan terutama keindahan wanita dihadapan pria? Apakah indah itu artinya konstruksi tubuh dan wajah wanita cantik? Benarkah tidak ada keindahan di alam semesta kecuali keindahan wanita dihadapan pria?
Orang-orang yang tidak memahami keindahan dengan benar, menganggap keindahan itu sedemikian sempitnya. Padahal, di mayapada ini mengalir ribuan jenis keindahan. Keindahan benda mati, tumbuhan, binatang, langit, bumi, lautan dan lain sebagainya.Siapa yang tidak mengenal keindahan bunga? Banyak orang memahami bunga hanaya dari sisi keharumannya. Sedangkan orang yang peka terhadap keindahan, memahami sudut keindahan bunga bukan dari dimensi keharumannya saja, akan tetapi pada bunganya itu sendiri . ada ribuan jenis keindahan yang dapat dilihat oleh indra pada alam fisik. Contohnya keindahan flora, hutan, lautan, pegunungan, langit, cakrawala, fajar, terbitnya sang surya dan lain sebagainya.
Naah, bertolak dari penjelasan diatas, tidak semua keindahan itu berhubungan dengan libido seksual. Seseorang yang memandang keindahan sebatas libido seksualnya, pada dasarnya, sama sekali tidak mengerti hakikat keindahan.
Keindahan intelektual
Kita telah mengatakan bahwa keindahan itu tidaklah terbatas pada keindahan yang bersifat seksual. Keindahan ada di dalam semua abjek alam semesta. Keindahan juga ada yang berkaitan dengan alam mental. Lebih dari itu semua adalah keindahan yang bersifat rasional. Keindahan yang hanya dapat dimengerti oleh akal manusia. Keindahan seperti ini tidak dapat dipahami oleh panca indra dan daya imajinasi manusia. Keindahan itu dinamakan keindahan atau kebaikan intelektual. Lawan katanya, keburukan dan kejelekan rasional. Pada titik ini, para teolog syi’ah dan mu’tazilah meyakini ikhwal eksistensi kebaikan rasional sejumlah perbuatan dan keburukan rasional. Mereka berpendapat bahwa tindakan manusia ada dua macam. Pertama, perbuatan yang dengan sendirinya indah, memiliki daya tarik dan menimbulkan isyq’ serta layak dipuji dan dijunjung. Kedua, perbuatan yang tidak dengan sendirinya indah. Dari sinilah mestinya pembahasan kita dimulai. Titik pandang kita bergerak dari adanya sejumlah perbuatan manusia yang berbeda dengan perbuatan alaminya. Perbuatan alami itu tidak layak dipuji. Sementara bisa dipastikan bahwa orang akan memuji pahlawan yang mengorbankan diri demi masyarakatnya serta meletakkan dirinya pada lembah derita demi membuat orang lain bahagia. Allah berfirman,
sesungguhnya telah dating kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat serasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu. Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin (QS At-Tawbah, 128).
Secara de facto, sifat diatas sangat agung. Oleh filsafat etika estetisme, mengajarkan supaya manusia dapat mengerti keindahan spiritual suatu tindakan akhlaki. Keindahan itsar istiqamah. Kesabaran, kedermawanan dan lain sebagainya.sekian
Terima kasih atas perhatiannyaSemoga bermanfaat
Sebagai pendahuluan, saya ingin memberikan catatan pinggir. Yaitu, mungkin saja sejumlah orang berkata bahwa mengetahui asal kategori ahlak tidak ada gunanya. Paling penting bagi masyarakat adalah mengamalkan akhlak yang luhur. Bagi mereka, mengetahui kategori-kategoriitu atau tidak, sama saja. Semuanya tidak lebih dari cuap-cuap intelektual yang tidak membuahkan hasil praktis, persis seperti orang yang bertanya: “kurma itu berinisial huruf Q atau K?” kurma bukan dengan Q dan juga bukan dengan K, tetapi ia adalah nama buah-buahan arab.
Tidak benar bila ada orang mengira bahwa pembahasan ini hanyalah bercorak teoretis; non praktis. Pengetahuan tentang asal muasal kategori etika, dan apakah dari satu kategori atau lebih, sangat berpengaruh dalam menentukan sikap kita untuk memulai penyempurnaan ahlak masyarakat. Dengan mengetahuinya, kita dapat mengerti dari manakah kita harus berangkat.
Kebetulan, banyak orang bingung dari manakah mereka harus memulainya. Orang-orang yang terpengaruh pola-berpikir ala hindu dan Kristen yang berkeyakinan bahwa ahlak itu adalah bagian dari kategori CINTA, bahkan menghidupkan sistem ahlak dalam masyarakatnya dengan memperkuat emosi cinta mereka. Sistem akhlak atau filsafat etika mereka berorientasi menghapus rasa saling benci, dengki dan lain sebagainya secara kolektif.
Apakah keindahan itu dapat di defenisikan ?
Apakah keindahan itu? Memakai redaksi logikawan, apakah genus dan diferensianya? Termasuk kategori yang mana keindahan itu? Apakah keindahan itu dibawah kategori kuantitas, relasi (idhafah), ataukah ia pasif atau afeksi (infi’al), subtansi(jauhar) dan lain sebagainya.
Dengan menutup mata dari analisis tentang bagian-bagian partikularnya, baik bagian-bagian elementer maupun faktualnya, terbuat dari apakah keindahan itu? Apakah mungkin kita memperoleh formula atau rumusan keindahan? Apakah kita dapat menentukan formula bagi keindahan sebagaimana kita dapat menentukan rumusan dari setiap benda materiel dalam kimia?Hingga saat ini, tak seorang pun dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. Bahkan menurut sebagian orang, pertanyaan-pertanyaan ini tidak memiliki jawaban. Mereka beralasan bahwa hakikat tertinggi alam semesta itu tidak dapat dipertanyakan dengan kata tanya “apa”.
Singkat kata dapatkah keindahan didefenisikan? Jawabannya, tidak! Ulama berpendapat bahwa kefasihan – yang tergolong dalam kategori keindahan – pada hakikatnya, tidak dapat didefenisikan dengan defenisi yang falid dan logis. Kefasihan, adalah suatu cita dan kualitas yang dapat dimengerti, namun tidak dapat digambarkan. Di dunia ini, terdapat banyak sekali objek yang keberadaannya dapat dirasakan oleh manusia, namun tidak memiliki defenisi.
Plato mencoba mendefenisikan keindahan. Begitupun juga, ada dua kerancuan yang terjadi: pertama, terma dalam defenisi plato tidaklah sahih dan, kedua, defenisinya tidak sempurna. Keindahan menurut defenisi plato adalah simetri atau harmoni atau proposisi antara forma atau benda partikular dengan yang universal. Seperti sebuah bangunan, jika semua anggota partikularnya, seperti dinding, pintu, lantai dan atapnya dibangun secara harmonis dan proporsional, maka gedung tersebut akan terlihat indah. Keindahan suatu bangunan disebabkan adanya simetri dan harmoni internal segenap anggota partikularnya.
Anggaplah pendapat itu benar. Tetapi, apakah relativitas keindahan dapat diterangkan? Apakah dapat kita katakana sebagaimana kita katakan dalam kimia bahwa H-nya sekian dan O-nya sekian? Apakah perlu kita tentukan atau tidak? Sekiranya kita mampu, maka kita telah dapat sedikit menguak defenisi keindahan itu. Dan jika tidak, maka esensi dan substansinya masih tetap tidak kita ketahui. Keindahan itu tetap ada, meskipun manusia tidak dapat mendefenisikannya. Jangankan keindahan, hingga dewasa ini, tak seorang pun mampu mendefenisikan arus listrik. Namun demikian, tak seorang pun meragukan keberadaannya.
Keindahan itu mutlak atau ralatif?
Kedua, apakah keindahan itu indah secara an sich atau tanpa memperhatikan adanya orang yang merasakan keindahannya atau tidak? Seperti puncak gunung damavan _ puncak gunung tertinggi di iran – yang tetap ada, sekalipun tak ada seorang jelita, ternyata dalam pandangan orang lain tidak begitu cantik.
Ada sebuah kontroversi yang muncul dikalangan para pemikir sejak dulu. Pada umumnya, orang beranggapan bahwa keindahan eksternal-lah yang menciptakan ‘isyq. Kemudian, mazhab lain menyatakan sebaliknya. Para penganut mazhab ini mengatakan bahwa cintalah yang menciptakan keindahan. Keindahan adalah mahluk cinta pendapat ini ekstrem dan berlebihan. Karena, tak seorang pun dari kita menafikkan aktualitas keindahan eksternal secara keseluruhan.
Jadi, sesungguhnya keindahan yang tampak dari luar itu actual dan factual. Tidak semua keindahan terwujud berkat cinta. Seandainya pun realitas keindahan itu relatif, maka ia masih tetap riel.
Hubungan Keindahan dengan Cinta dan Gerak
Keindahan, daya tarik, cinta, hasrat, gerak dan kekaguman adalah fenomena-fenomena yang selalu bersamaan. Dengan pengertian lain, dimana ada keindahan, disana juga ada daya tarik atau atraktivitas. Sesuatu yang indah pasti punya daya tarik. Ketika ada keindahan pada suatu maujud, maka terciptalah cinta, hasrat serta gerak kearahnya. Keindahan itu adalah sebab bagi suatu gerakan dan semburan. Lebih jauh, filsafat teisme (ilahiyyah), meyakini bahwa semua gerakan yang ada di alam semesta, termasuk gerakan substansial (jawhariyyah), yang membentuk khafilah alam fisik seperti “satuan yang bergerak” adalah cinta.
Keindahan tidak hanya terbatas pada libido
Apakah keindahan itu terbatas pada skala kemanusiaan? Keindahan tubuh pria di hadapan lawan jenisnya, dan terutama keindahan wanita dihadapan pria? Apakah indah itu artinya konstruksi tubuh dan wajah wanita cantik? Benarkah tidak ada keindahan di alam semesta kecuali keindahan wanita dihadapan pria?
Orang-orang yang tidak memahami keindahan dengan benar, menganggap keindahan itu sedemikian sempitnya. Padahal, di mayapada ini mengalir ribuan jenis keindahan. Keindahan benda mati, tumbuhan, binatang, langit, bumi, lautan dan lain sebagainya.Siapa yang tidak mengenal keindahan bunga? Banyak orang memahami bunga hanaya dari sisi keharumannya. Sedangkan orang yang peka terhadap keindahan, memahami sudut keindahan bunga bukan dari dimensi keharumannya saja, akan tetapi pada bunganya itu sendiri . ada ribuan jenis keindahan yang dapat dilihat oleh indra pada alam fisik. Contohnya keindahan flora, hutan, lautan, pegunungan, langit, cakrawala, fajar, terbitnya sang surya dan lain sebagainya.
Naah, bertolak dari penjelasan diatas, tidak semua keindahan itu berhubungan dengan libido seksual. Seseorang yang memandang keindahan sebatas libido seksualnya, pada dasarnya, sama sekali tidak mengerti hakikat keindahan.
Keindahan intelektual
Kita telah mengatakan bahwa keindahan itu tidaklah terbatas pada keindahan yang bersifat seksual. Keindahan ada di dalam semua abjek alam semesta. Keindahan juga ada yang berkaitan dengan alam mental. Lebih dari itu semua adalah keindahan yang bersifat rasional. Keindahan yang hanya dapat dimengerti oleh akal manusia. Keindahan seperti ini tidak dapat dipahami oleh panca indra dan daya imajinasi manusia. Keindahan itu dinamakan keindahan atau kebaikan intelektual. Lawan katanya, keburukan dan kejelekan rasional. Pada titik ini, para teolog syi’ah dan mu’tazilah meyakini ikhwal eksistensi kebaikan rasional sejumlah perbuatan dan keburukan rasional. Mereka berpendapat bahwa tindakan manusia ada dua macam. Pertama, perbuatan yang dengan sendirinya indah, memiliki daya tarik dan menimbulkan isyq’ serta layak dipuji dan dijunjung. Kedua, perbuatan yang tidak dengan sendirinya indah. Dari sinilah mestinya pembahasan kita dimulai. Titik pandang kita bergerak dari adanya sejumlah perbuatan manusia yang berbeda dengan perbuatan alaminya. Perbuatan alami itu tidak layak dipuji. Sementara bisa dipastikan bahwa orang akan memuji pahlawan yang mengorbankan diri demi masyarakatnya serta meletakkan dirinya pada lembah derita demi membuat orang lain bahagia. Allah berfirman,
sesungguhnya telah dating kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat serasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu. Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin (QS At-Tawbah, 128).
Secara de facto, sifat diatas sangat agung. Oleh filsafat etika estetisme, mengajarkan supaya manusia dapat mengerti keindahan spiritual suatu tindakan akhlaki. Keindahan itsar istiqamah. Kesabaran, kedermawanan dan lain sebagainya.sekian
Terima kasih atas perhatiannyaSemoga bermanfaat
Komentar
Posting Komentar